Jumat, 10 Maret 2017

Komunikasi Verbal dan NonVerbal

2.1 Pengertian Komunikasi Verbal dan Non Verbal.


1.    Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan dengan cara tertulis atau lisan karena kenyataannya ide-ide, pemikiran atau keputusan, lebih mudah disampaikan secara verbal ketimbang non-verbal dengan harapan, komunikan (baik pendengar maupun pembaca) bisa lebih mudah memahami pesan-pesan yang disampaikan.[1]
Komunikasi verbal ternyata tidak semudah yang kita bayangkan, simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk kedalam kategori pesan verbal yang disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan.
Suatu sistem kode verbal disebut bahasa. Bahasa dapat didefenisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek individual kita.
2.    Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal adalah semua aspek komunikasi selain kata-kata. Ini meliputi tidak hanya gerakan dan bahasa tubuh, tetapi juga bagaimana kita mengucapkan kata-kata, infleksi, jeda, nada, volume, dan aksen. Tanda-tanda non verbal terlihat dari tampilan wajah dan gerakan tangan.

Dengan demikian dalam komunikasi, lambang non verbal digunakan untuk mempertegas lamabng verbal. Komunikasi verbal sebagai pengoperan atau penyampaian pesan tidak menggunakakn lambang komunikasi bahasa lisan atau tulisan.[2]
Banyak Komunikasi Verbal yang tidak efektif hanya karena komunikatornya tidak menggunakan komunikasi non verbal dengan baik dengan waktu bersamaan. Melalui komunikasi non-verbal, orang bisa mengambil suatu kesimpulan mengenai tentang berbagai macam perasaan orang, baik rasa senang, benci, cinta, kangen dengan berbagai macam perasaan lainnya.
Bentuk komunikasi non verbal sendiri diantaranya adalah bahasa isyarat, ekspresi wajah, sandi, simbol-simbol, pakaian seragam, warna, dan intonasi suara. Secara  sederhana pesan non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Sebagaimana kata-kata, kebanyakan isyarat non verbal juga tidak universal, melainkan terikat budaya, jadi dipelajari bukan bawaan.

2.2 Perbedaan Komunikasi Verbal dan Komunikasi Non Verbal

Perbedaan pertama, prilaku komunikasi verbal saluran tunggal, cenderung untuk mengambil satu tempat dalam satu saluran, sedangkan perilaku nonverbal bersifat multisaluran, sering terjadi secara bersamaan di dua atau lebih saluran.
Kata-kata datang dari sumber, misalnya yang diucapkan orang yang kita baca dalam media cetak, tetapi isyarat nonverbal dapat dilihat, didengar, dirasakan, dibaui, atau dicicipi, dan beberapa isyarat boleh jadi berlangsung secara simultan. Bila kita mendengar suatu kata dalam bahasa asing yang tidak diketahui, kita dapat memeriksanya dalam kamus atau buku tentang frase dan memperkirakan apa yang dimaksud pembicara. Kita dapat pula meminta pembicara mengulangi dan menjelaskan kata yang diucapkannya. Namun kita sulit mengecek apa makna perilaku nonverbal pembicara, meskipun kita bisa mengajukan pertanyaan ganjil, ”Anda baru saja tersenyum dan mengerakkan kepala anda seperti ini; Apa maksud Anda?”
Kedua, pesan verbal terpisah-pisah, sedangkan pesan nonverbal sinambung. Artinya, orang dapat mengawali dan mengakhiri pesan verbal kapanpun ia menghendakinya, sedangkan pesan nonverbalnya tetap “mengalir,” sepanjang ada orang yang hadir didekatnya. Ini mengingatkan kita pada salah satu prinsip komunikasi bahwa kita tidak dapat tidak berkomunikasi, setiap perilaku punya potensi untuk ditafsirkan.
Jadi meskipun Anda dapat menutup saluran linguistik Anda untuk berkomunikasi dengan menolak berbicara atau menulis, Anda tidak mungkin menolak berperilaku nonverbal. Seorang penulis mempelajari fakta ini dari produser film Sam Goldwyn ketika ia menyajikan proposalnya untuk sebuah film baru. “Mr. Goldwyn,” penulis itu memohon, “Saya akan menceritakan sebuah kisah yang sensasional. Saya hanya meminta pendapat Anda, dan Anda tertidur.” Goldwyn menjawab, “Bukankah tertidur juga suatu pendapat?” dalam konteks ini, Erving Goffman menyarankan bahwa terdapat expression given dan expression given off yang pertama merupakan komunikasi verbal untuk menyatakan informasi, yang kedua merupakan komunikasi nonverbal terlepas dari apakah hal itu disengaja atau tidak.
Meskipun seorang individu dapat berhenti berbicara, ia tidak dapat berhenti berkomunikasi melalui idiom tubuh, ia harus mengatakan suatu hal yang benar atau salah. Ia tidak dapat mengatakan sesuatu. Secara paradoks, cara ia memberikan informasi tersedikit tentang dirinya sendiri meskipun hal ini masih bisa dihargai adalah menyesuaikan diri dan bertindak sebagaimana orang sejenis itu diharapkan bertindak.
Ketiga, komunikasi nonverbal mengandung lebih banyak muatan emosional daripada komunikasi verbal. Sementara kata-kata umumnya digunakan untuk menyampaikan fakta, pengetahuan, atau keadaan, pesan nonverbal lebih potensial untuk menyatakan perasaan seseorang, yang terdalam sekalipun, seperti rasa sayang atau rasa sedih. Ketika lamaran anda untuk bekerja, untuk mendapatkan beasiswa atau memperistriseseorang ditolak, anda mungkin berkata, “tak apa-apa,” tetapi ekspresi wajah pandangan mata anda boleh jadi menunjukkan kekecewaan yang mendalam.
Jika terdapat pertentangan antara pesan verbal dan pesan nonverbal, kita biasanya lebih mempercayai pesan nonverbal, yang menunjukkan pesan sebenarnya, karena pesan nonverbal lebih sulit dikendalikan dari pada pesan verbal. Kita dapat mengendalikan sedikit perilaku nonverbal. Namun, kebanyakan perilaku nonverbal diluar kesadaran kita. Kita dapat memutuskan dengan siapa dan kapan berbicara serta topik-topik apa yang akan kita bicarakan, tetapi kita sulit mengendalikan ekspresi wajah senang, malu, cuek, ngambek, anggukan atau gelengan kepala, kaki yang mengetuk-ngetuk lantai dan sebagainya.[3]
Keempat,  kesadaran dan perhatian, maksudnya selama beberapa dekade terakhir komunikasi nonverbal telah muncul sebagai suatu bidang studi ilmiah yang ekstensif, juga sebagai topik artikel popular dan buku. Tapi komunikasi verbal tetap menerima lebih banyak perhatian.
Penekanan ini sangat terlihat ketika menangani pelatihan dua bidang ini disekolah. Kemampuan mengomunikasikan informasi melalui pesan non verbal dinilai sangatpenting sehingga dianggap salah satu keterampilan dasar, sehingga upaya yang sungguh-sungguh dilakukan untuk memastikan bahwa kita telah diajari aturan pengucapan, penyusunn kalimat, penguasaan kata dan maknanya, dan penggunaan bahasa pragmatika, bahkan dijadikan sebagai bagian dari pendidikan formal kita. Teori dan praktik dalam pengguanaan bahasa tertulis dan lisan disediakan di hamper semua tingkat pendidikan.
Sebagai perbandingan, keterampilan non verbal mendapat sedikit perhatian di kebanyakan sekolah. Musik, seni, dan pendidikan jasmani secara umum dimasukkan sebagai bagain dari kurikulum. Namun, tidak ada pelatihan yang memadai untuk komposisi, sastra, dan berbicara di depan umum, yang disediakan sekolah untuk kompetensi non verbal yang sangat penting bagi komunikasi manusia.
Dirumah, perhatian diberikan kepada kepada pakaian, kebiasaan pribadi, dan bentuk pesan non verbal lainya yang akan membuat seseorang dicap tidak popular, berbahaya, atau bahkan tidak menarik. Bagaimanapun, mempelajari sebagian besar pelajaran non verbal dirumah haruslah dilakukan untuk menghindari atribusi-atribusi negatif tersebut.
Kelima, aturan terbuka dan tertutup, salah satu penjelasan mengapa secara relatif penekanan yang lebih besar diletakkan kepada komunikasi verbal adalah bahwa di semua budaya terdapat aturan yang terbuka dan stuktur bahasa serta penggunaan bahasa. Sebagai hasilnya, informasi aturan komunikasi verbal tersebut tersedia dalam berbagai sumber. Tidak demikian untuk komunikasi non verbal. Tidak ada kamus atau petunjuk gaya dalam komunikasi verbal. Selain daripada buku tentang tiket, pakaian dan bahasa tubuh, disana tidak pernah ada panduan tertentu untuk pengguanaan bahasa nonverbal.
Kita belajar aturan tertutup dalam komunikasi nonverbal, dilakukan secara tidak lansung melalui observasi, dan tidak kentara, kadang-kadang tidak begitu tampak melalui pola-pola hukuman dan ganjaran. Dengan cara demikian, kita bisa tahu aturan untuk ucapan dan mengekspresikan kasih sayang kepada orang lain secara nonverbal, kapan harus berjabat tangan untuk berapa lama, seberapa keras meremas tangan orang lain, tapi aturan ini bersifat tertutup dan bukan sebagai kesepakatan universal. Hanya sedikit dari kita yang sadar akan peran pesan nonverbal mengatur prilaku kita atau mampu mengartikulasikan aturan-aturan yang terlibat.
Keenam, pengendalian, sementara kita mencurahkan perhatian untuk mengelola komunikasi nonverbal dalam beberapa situasi, kita sering lebih berhasil dalam mngendalikan pesan verbal. Sebagai contoh, ketika tujuannya adalah untuk menyampaikan kompetensi kita atau untuk memahami situasi, kebanyakan dari kita lebih mampu mengendalikan kesan yang kita buat secara verbal daripada nonverbal. Melalui perencanaan dan pelatihan, kita mungkin akan mempunyai kemampuan prediksi guna melengkapi pengiriman pesan secara verbal.
Namun meskipun kita sudah berupaya sebaik mungkin mengelola prilaku nonverbal kita, selalu mungkin untuk tetap yang gugup atau hal yang memalukan melalui prilaku non verbal yang kontraditiktif dengan pesan verbal kita, misanya suara gemetar, dan keringat yang mengucur seperti minyak sayur. Prilaku non verbal yang kontradiktif dengan isi pesan verbal ini disebut denagn istilah non-verbal-leakage atau kebocoran nonverbal.
Ketujuh, status umum versus status pribadi maksudnya pola penggunaan bahasa telah lama dianggap sebagai topik yang sesuai untuk diskusi publik dan pengawasan guru, orang tua, atau teman-teman biasanya cukup mau bertanya kepada kita ketika mereka tidak mengerti komentar atau perkataan kita, atau ketika mereka tidak setuju. Bagaimanapun, persoalan yang berhubungan dengan penampilan kita, gerak-gerik, tingkah laku dan posisi tubuh umumnya dianggap urusan perseorangan, pribadi dan topik yang tabu, karenanya topik tersebut menajadi jauh lebih kecil kemungkinannya untuk didiskusikan terbuka, dianalisis, atau dikritik.
Baru-baru ini aturan untuk membahas prilaku nonverbal yang telah dapat berubah, terutama untuk para tokoh masyarakat. Banyak perhatian yang diberikan ke berbagai bagian tubuh atau pakaian para bintang film. Segala sesuatunya dibuat lebih dari wajah hingga pinggul sampai rumah.
Kedelapan, perbedaan utama lainnya dan telah menjadi topik ilmiah adalah wilayah otak dimana kegiatan nonverbal berpusat. Seperti yang kita catat, belahan otak kiri diperkirakan memainkan peran utama dalam proses bahas. Kegiatan lain yang memerlukan pemprosesan informasi secara berurutan seperti matematika, tampaknya juga sangat bergantung pada otak kiri. Belahan kanan adalah bagi signifikan khusus dalam mengenali gambar wajah dan tubuh, seni, musik dan usaha-usaha lainnya dimana terlibat integrasi, kretivitas, atau imajinasi.
studi menunjukkan bahwa beberapa individu dengan kerusakan pada belahan kanan mengalami kesulitan dengan hubungan lokasi dan spasial, kesulitan mengenali wajah yang dikenalnya, atau mengingat adegan atau benda. Penelitian lain, dengan pendapat yang menyakinkan dalam mendukung spesialis belahan kanan, telah menunjukkan bahwa bahkan ketika terjadi kerusakan pada pusat-pusat bahasa dibelahan kiri sehingga menyebabkan pasien kesulitan berbicara, kemampuannya untuk bernyanyi sering tidak mengalami gangguan. Orang dengan kegagapannya yang parah juga sering bisa bernyanyi tanpa kesulitan.[4]
 2.3 Hubungan Komunikasi Verbal dan Komunikasi Non Verbal
Ada dugaan bahwa bahasa Nonverbal sebangun dengan bahasa Verbalnya. Artinya, pada dasarnya suatu kelompok yang punya bahasa verbal khas juga dilengkapi dengan bahasa nonverbal khas yang sejajar dengan bahasa Verbal tersebut. Meskipun secara teoretis komunikasi nonverbal dapat dipisahkan dari komunikasi verbal, dalam kenyataannya kedua jenis konumikasi itu jalin menjalin dalam komunikasi tatap muka sehari-hari.
Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi diluar kata-kata terucap dan tertulis. Pada saat yang sama kita harus menyadari bahwa banyak peristiwa dan perilaku nonverbal ini ditafsirkan melalui simbol-simbol verbal. Dalam pengertian ini, peristiwa dan perilaku nonverbal itu tidak sungguh-sungguh bersifat nonverbal.[5]



[1]Anwar arifin.Ilmu komunikasi. Jakarta: PT. Prenada Media Group. 2010. hlm.123
[2] Hafied Cangara. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers.2010. hlm. 97
[3]Nia Kania kurniawati. Komunkasi Antarpribadi (Konsep Dan Teori Dasar). Yogyakarta: GRAHA ILMU. 2014. Hlm. 36.
[4]Brent D. Rubent dan  lea P Stewart. Komunikasi Dan Prilaku Manusia. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2013. Hlm. 172.
[5]Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi.  Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya. 2010. Hlm. 172

0 komentar:

Posting Komentar