Jumat, 10 Maret 2017

Pengaruh Komunikasi Non-Verbal

2.1. Pengertian Komunikasi Verbal

Bentuk komunikasi yang sering di sampaikan komunikator kepada komunikan dengan cara tertulis (written) atau lisan (oral) .komunikasi verbal menempati porsi besar kenyataannya, ide-ide pemikiran atau keputusan, lebih mudah disampaikan secara verbal.

2.2. Pengertian Komunikasi Non Verbal

Suatu proses yang dilakukan yang bertujuan untuk mengkomunikasikan sesuatu yang disadari maupun tidak disadari dengan cara selain lisan atau tulisan.

2.3. Pengertian Budaya

Kata budaya merupakan bentuk majemuk kata budi-daya yang berarti cipta, karsa, dan rasa. Sebenarnya kata budaya hanya dipakai sebagai singkatan kata kebudayaan, yang berasal dari Bahasa Sangsekerta budhaya yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Budaya atau kebudayaan dalam Bahasa Belanda di istilahkan dengan bahasa culturur. Dalam bahasa ingris culture. Sedangkan dalam bahasa latin dari kata colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah (bertani). [1]

2.4. Peranan Budaya dalam Komunikasi Verbal

Setiap kebudayaan menjadikan bahasa sebagai media untuk menyatakan prinsip-prinsip ajaran, nilai dan norma budaya kepada para pendukungnya. Kemungkinan adanya hubungan antara bahasa dan budaya telah dirumuskan ke dalam suatu hipotesis oleh dua ahli linguistic Amerika, Edward Sapir dan Benjamin L. Whorf yang kemudian dikenal dengan Hipotesis Sapir-Whorf yang sering disebut juga Tesis Whorfia.
Selain itu bahasa dalam proses komunikasi antar budayanya juga memiliki fungsi – fungsi sebagai berikut:
a)      Bahasa digunakan untuk menjelaskan dan membedakan sesuatu. Kata “Dhalem”  yang diucapkan oleh sungkono berbeda dengan kata “apa”. Tapi orang Indonesia pada umumnya tahu bahwa kata “dhalem” itu merujuk pada bahasa jawa.
b)      Bahasa berfungsi sebagai sarana interaksi sosial. Kita dalam berinteraksi harus tahu bahwa siapa lawan interaksi kita (komunikan), dari tingkatan mana yang artinya kita harus dapat tepat memilih menggunakan low contac atau high contac. Seperti ketika anda sedang bertugas memberikan penyuluhan tentang KB di daerah terpencil dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta ditambahkan dengan bahasa – bahsa kedokteran. Apa yang akan terjadi? Pesan yang anda ingin sampaikan tidak akan tersampaikan karena bahasa yang digunakan terlalu canggih.
c)      Bahasa berfungsi sebagai sarana pelepas tekanan dan emosi. Bila kita sedang merasakan kegembiraan, kesedihan, atau pun marah maka kata – kata yang diucapkan akan mengandung makna perasaan tersebut. Kata : aduh, hore, dan sebagainya adalah pelampiasan dari perasaan yang sedang kita alami.
d)     Bahasa sebagai sarana manipulatif. Bahasa digunakan untuk mengubah tingkah laku seseorang  yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya tindakan yang salah

1.      Peranan Komunikasi Verbal

Dalam proses non verbal yang relevan dengan komunikasi antar budya terdapat tiga aspek yaitu; perilaku non verbal yang berfungsi sebagai bahasa diam, konsep waktu dan penggunaan dan pengaturan ruang. Sebenarnya sangat banyak aktivitas yang merupakan perilaku non verbal ini, akan tetapi yang berhubungan dengan komunikasi antar budaya ini biasanya adalah sentuhan. Sentuhan sebagai bentuk komunikasi dapat menunjukkan bagaimana komunikasi non verbal merupakan suatu produk budaya.

2.      Peranan komunikasi non verbal

Penggunaan isyarat tangan dan maknanya jelas berlainan dari budaya ke budaya. Meskipun dibeberapa negara, telunjuk untuk menunjukkan sesuatu, hal itu tidak sopan di indonesia, seperti juga dibanyak negara timur tengah dan timu jauh. Tentu saja selalu ada kekcualian. Orang batak seperti orang amerika biasa menunjuk dengan telunjuk tanpa bermaksud kasar pada orang yang di hadapinya. Begitu juga dengan orang betawi yang tidak jarang menunjuk dengan memonyongkan mulut, sambil berucap “kesono no!”. Serta beberapa suku afrika menunjukkan dengan mencibirkan bibir bawah menganggap cara menunjuk orang amerika itu adalah kasar.[2]
Suatu contoh lain adalah kontak mata. Di Amerika Serikat orang dianjurkan untuk mengadakan kontak mata ketika berkomunikasi. Di Jepang kontak mata seringkali tidak penting. Dan beberapa suku Indian Amerika mengajari anak-anak mereka bahwa kontak mata dengan orang yang lebih tua merupakan tanda kekurang sopanan. Seorang guru sekolah kulit putih di suatu pemukiman suku Indian tidak menyadari hal ini dan ia mengira bahwa murid-muridnya tidak berminat bersekolah karena murid-muridnya tersebut tidak pernah melihat kepadanya.
Sebagai suatau komponen budaya, ekspresi non verbal mempunyai banyak persamaan dengan bahasa. Keduanya merupakan sistem penyandian yang dipelajari dan diwariskan sebagai bagian pengalaman budaya. Lambang-lambang non verbal dan respon-respon yang ditimbulkan lambang-lambang tersebut merupakan bagian dari pengalaman budaya – apa yang diwariskan dari suatu generasi ke generasi lainnya.
Dari penjelasan diatas tentang prilaku komunikasi nonverbal diatas dapat disimpulkan beberapa hal penting yang menjadi yang menjadi ciri dari pesan yang bersifat nonverbal.
Ciri – ciri tersebut penting untuk diketahui dan dipahami terutama dalam kaitanya dengan komunikasi antar budaya. Beberapa hal tersebut adalah:
a.       Suatu pesan nonverbal yang sama akan mempunyai makna berbeda diperlihatkan pada situasi dan kondisi yang berbeda pula. Misalnya mencubit bisa berarti ungkapan rasa sayang dan berarti pula bisa sebagai ungkapan kesal dalam situasi dan kondisi yang berbeda.
b.      Suatu pesan nonverbal yang sama dapat mempunyai pengertian yang berbeda pada suatu masyarakat atau bangsa yang satu dengan masyarakat dari bangsa yang lainnya. Contohnya, pada bangsa Indonesia menggelengkan kepala berarti menandakan “tidak”, sedangkan untuk bangsa India menggelengkan kepala berarti menandakan setuju “iya”.
c.       Pemahaman terhadap pesan nonverbal juga tergantung pada pesan verbal yang menyertainya. Jadi adakalanya suatu prilaku yang sama akan berbeda artinya jika pesan verbal yang dikatakanya berbeda. Misalnya, ketikan seseorang menggarukkan kepalanya disertai dengan kata “aduh gatal sekali kepala ini” berarti itu menandakan bahwa ia memang benar sedang merasakan kepalanya gatal. Akan tetapi jika disertai dengan “aduh apa ya, hmmm bingung” itu kan diartikan seperti ia sedang bingung.
d.      Dalam kegiatan komunikasi, pemahaman terhadap pesan nonverbal harus dilihat sebgai kesatuan dengan pemahaman terhadap pesan verbal yang disampaikan. Misalnya, jika seseorang mengungkapkan rasa bahagia, kita harus melihat apakah prilaku nonverbal yang diperlihatkanya mendukung pesan – pesan verbalnya atau tidak. Seperti, ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan lain – lainya.
e.       Pesan nonverbal dapat bermakna ganda biasanya bersifat bertentangan. Hal ini terjadi dalam pesan komunikasi ditemui adanya ketidak sesuaian antara pesan verbal dan pesan nonverbal. Misalnya, seseorang mengatkan bahwa dirinya sedang bahagia tetapi rasa bahagia itu tidak diekspresikan dengan prilaku nonverbal untuk mendukung apa yang dikatakan, seperti ekspresi wajah yang sendu atau gerakan tubuh yang lunglai. Ketika kita berada dalam posisi tersebut dan biasanya dalam kegiatan komunikasi, kita lebih percaya pada prilaku nonverbal yang diperlihatkan oleh lawan bicara kita.
f.       Pesan nonverbal diekspresikan secara bersama – sama oleh seluruh tubuh manusia untuk mengkomunikasikan pesan – pesan tertentu. Misalnya, rasa bahagia tidak hanya diungkapkan oleh ekspresi wajah saja tetapi juga dengan sorotan mata, gerakan tangan, dan sikap tubuh, jadi pemahaman prilaku nonverbal harus dilihat secara menyeluruh.
g.      Pemberian makna terhadap suatu pesan nonverbal didasarkan pada nilai atau norma yang berlaku pada suatu kelompok masyarakat tertentu. Misalnya di Indonesia memegang kepala anak berarti sebagai tanda menyayanginya, sebaliknya di Muangthai itu dianggap sebagai pelanggaran sosial.

Selain kontak mata bau-bauan juga sebagai peranan budaya komunikasi Non-verbal. Bau-bauan terutama yang menyenangkan (wewangian, seperti deodoran, eau de toilette, eau de cologne, parfum) telah berabad-abad digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan. Namun, bau-bauan ini berdampak negatif seperti contohnya “Seorang polisi anggota kepolisian sektor kota (Polsekta) Bogor utara, rubuh ditembak istrinya yang menggunakan pistol dinas polisi tersebut di Tuban Kedunghalang, Bogor, yang menyebabkannya luka parah. Ny. S malam itu mencurigai minyak wangi “lain” yang melekat pada baju suaminya. Sebagai seorang istri, Ny. S kenal betul bahwa itu bukan minyak wangi yang biasa dipakai sehari-hari olehnya maupun suaminya.[3]

2.5. Pengaruh Budaya terhadap Komunikasi Verbal dan Komunikasi Non-Verbal

A. Pengaruh Budaya terhadap Komunikasi Verbal

Larry A. Samovar dan Richard E. Potter mengemukakan enam unsur budaya secara langsung mempengaruhi persepsi kita ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain, yakni :
1)   Kepercayaan (beliefs), nilai (value), dan sikap (attitudes)
Kepercayaan adalah anggapan subyektif bahwa suatu obyek atau peristiwa punya ciri atau nilai tertentu, dengan tanpa bukti. Misalnya Tuhan YME, adam adalah manusia pertama di bumi, AIDS adalah penyakit berbahaya dll. Nilai adalah komponen evaluatif dari kepercayaan kita, mencakup : kegunaan, kebaikan, estetika, dan kepuasan. Jadi nilai bersifat normatif, memberitahu suatu anggota buaday mengenai apa yang baik dan buruk, benar dan salah, siapa yang harus dibela, apa yang garus diperjuangkan dan lain sebagainya.
2)   Pandangan dunia (worldview)
Pandangan dunia adalah orientasi budaya terhadap Tuhan, kehidupan, kematian, alam semesta, kebenaran, materi (kekayaan), dan isu-isu filosofi lainnya yang berkaitan dengan kehidupan
3)   Organisasi sosial (social organization)
Kelompok tersebut, apakah sebagai pemimpin atau anggota biasa, norma-norma kelompok yang kita anut, dan reputasi kelompok tersebut, mempengaruhi persepsi kita terhadap kelompok lain dan komunikasi kita dengan mereka.Sebagai anggota kelopmpok, peran kita dalam
4)   Tabiat manusia (human nature)
Pandangan kita tentang siapa kita, bagaimana sifat atau watak kita, juga mempengaruhi cara kita mempersepsikan lingkungan fisik dan sosial kita. Kaum Muslim misalnya, berpandangan bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya sperti jin, malaikat, hewan dan tumbuhan, karena mereka diberkahi akal. Namun kemulian itu hanya dapat diperoleh bila seseorang beramal soleh  (mempergunakan akalnya dengan cara yang benar).
5)   Orientasi kegiatan (activity orientation)
Orientasi ini paling baik dianggap sebagai suatu rentang: dari being (siapa seseorang), doing (apa yang dilakukan seseorang), dalam suatu budaya mungkin terdapat dua kecenderungan ini, namun salah satu biasanya lebih dominan. Dalam buadya-budaya tertentu, di Timur khususnya, siapa seseorang itu (raja, anak presiden, pejabat, keturunan ningrat) lebih penting daripada apa yang dilakukannya. Sedangkan di Barat, justru apa yang sedang atau telah dilakukan seseorang (prestasinya) jauh lebih penting daripada siapa dia.
6)   Persepsi tentang diri dan orang lain (perception of self and others)
Masyarakat Timur pada umunya adalah masyarakat kolektivis. Dalam  budaya kolektivis, diri (self) tidak bersifat unik atau otonom, melainkan lebur dalam kelompok (keluarga, kelompok kerja, suku, bangsa dan sebagainya). Sementara diri dalam budaya individualis (Barat) bersifat otonom. Akan tetapi suatu buadaya sebenarnya dapat saja memiliki kecenderungan individualis dan kolektivis, hanya saja seperti orientasi kegiatan,salah satu biasanya lebih menonjol.

B. Komunikasi Non-Verbal

Sebagai suatau komponen budaya, ekspresi non verbal mempunyai banyak persamaan dengan bahasa. Keduanya merupakan sistem penyandian yang dipelajari dan diwariskan sebagai bagian pengalaman budaya. Lambang-lambang non verbal dan respon-respon yang ditimbulkan lambang-lambang tersebut merupakan bagian dari pengalaman budaya – apa yang diwariskan dari suatu generasi ke generasi lainnya. Setiap lambang memiliki makna karena orang mempunyai pengalaman lalu tentang lambang tersebut. Budaya mempengaruhi dan mengarahkan pengalaman-pengalaman itu, dan oleh karenanya budaya juga mempengaruhi dan mengarahkan kita: bagaimana kita mengirim, menerima, dan merspon lambang-lambang non verbal tersebut.
Konsep Waktu
Konsep waktu suatu budaya merupakan filsafatnya tentang masa lalu, masa sekarang, masa depan, dan pentingnya atau kurang pentingnya waktu. Kebanyakan budaya Barat memandang waktu sebagai langsung dan berhubungan dengan ruang dan tempat. Kita terikat oleh waktu dan sadar akan adanya masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang.
Penggunaan Ruang
Cara orang menggunakan ruang sebagai bagian dalam komunikasi antar-personal disebut proksemika (proxemics). Proksemika tidak hanya meliputi jarak antara orang-orang yang terlibat dalam percakapan, tetapi juga orientasi fisik mereka.
Penting disadari bahwa orang-orang dari budaya yang berbeda mempunyai cara-cara yang berbeda pula dalam menjaga jarak ketika bergaul dengan sesamanya. Bila kita berbicara dengan orang berbeda budaya, kita harus dapat memperkirakan pelanggaran-pelanggaran apa yang bakal terjadi, menghindari pelanggaran-pelanggaran tersebut, dan meneruskan interaksi kita tanpa memperlihatkan reaksi permusuhan.
Liliweri (2003) mengatakan bahwa ketika berhubungan antarpribadi maka ada beberapa faktor dari pesan non verbal yang mempengaruhi komunikasi antarbudaya. Ada beberapa bentuk perilaku non verbal yakni: (1) kinesik; (2) okulesik, dan (3) haptiks; (4) proksemik; dan (5) kronemik.
1. Kinesik, adalah studi yang berkaitan dengan bahsa tubuh, yang terdiri dari posisi tubuh, orientasi tubuh, tampilan wajah, gambarang tubuh, dll. Tampaknya ada perbedaan anatara arti dan makna dari gerakan-gerakan tubuh atau anggota tubuh yang ditampilkan tersebut.
2. Okulesik, adalah studi tentang gerakan mata dan posisi mata. Ada perbedaan makna yang ditampilkan alis mata diantara manusia. Setiap variasi gerakan mata atau posisi mata menggambarkan satu makna tertentu, seperti kasih sayng, marah, dll. Orang Amerika Utara tidak membenarkan seorang melihat wajah mereka kalau mereka sedang berbicara. Sebaliknya, orang Kamboja yakin bahwa setiap pertemuan didahului oleh pandangan mata pertama, namun melihat seorang adalah sesuatu yang bersifat privacy sehingga tidak diperkenankan memandang orang lain dengan penuh nafsu.
3. Haptik, adalah studi tentang perabaan atau memperkenankan sejauh mana seseorang memegang dan merangkul orang lain. Banyak orang Amerika Utara merasa tidak nyaman ketika seseorang dari kebudayaan lain memegang tangan mereka dengan ramah, menepuk belakang dan lain-lain. Ini menunjukkan – derajat keintiman: fungsional/profesional, sosial dan sopan santun, ramah tamah dan baik budi, cinta dan keintiman, dan daya tarik seksual.
4. Proksemik, studi tentang hubungan antar ruang, antar jarak, dan waktu berkomunikasi, sebagaimana dikategorikan oleh Hall pada tahun 1973, kecenderungan manusia menunjukkan bahwa waktu orang berkomunikasi itu harus ada jarak antarpribadi, terlalu dekat atau terlalu jauh. Makin dekat artinya makin akrab, makin jauh arinya makin kurang akrab.
5. Kronemik, adalah studi tentang konsep waktu, sama seperti pesan non verbal yang lain maka konsep tentang waktu yang menganggap kalu suatu kebudayaan taat pada waktu maka kebudayaan itu tinggi atau peradaban maju. Ukuran tentang waktu atau ketaatan pada waktukemudian menghailkan pengertian tentang orang malas, malas bertnggungjawab, orang yang tidak pernah patuh pada waktu.
6. Tampilan, apperance – cara bagaimana seorang menampilakn diri telah cukup menunjukkan atau berkolerasi sangat tinggi dengan evaluasi tentang pribadi. Termasuk di dalamnya tampilan biologis misalnya warna kulit, warna dan pandangan mata, tekstur dan warna rambut, serta struktur tubuh. Ada stereotip yang berlebihan terhadap perilaku seorang dengan tampilan biologis. Model pakaian juga mempengaruhi evaluasi kita pada orang lain. Dalam sebagian masyarakat barat, jas dan pakaian formal merefleksikan profesionalisme, karen itu tidak terlihat dalam semua masyarakat.
7. Posture, adalah tampilan tubuh waktu sedang berdiri dan duduk. Cara bagaimana orang itu duduk dan berdiri dapat diinterpretasi bersama dalam konteks antarbudaya. Kalau orang Jawa dan orang Timor (Dawan) merasa tidak bebas jika berdiri tegak di depan yang orang yang lebih tua sehingga harus merunduk hormat, sebaliknya duduk bersila berhadapan dengan orang yang lebih tua merupakan sikap yang sopan.
8. Pesan-pesan paralinguistik antarpribadi adalah pesan komunikasi yang merupakan gabungan anatara perilaku verbal dan non verbal. Paralinguistik terdiri dari satu unit suara, atau gerakan yang menampilkan maksud tertentu dengan makna tertentu. Paralinguistik juga berperan besar dalam komunikasi antarbudaya. Contoh, orang Amerika yang berbicara terlalu keras acapkali oleh orang eropa dipandang terlalu agresif atau tanda tidak bersahabat. Orang Inggris yang berbicara pelan dan hati-hati dipahami sebagai sekretif bagi Amerika.
9. Simbolisme dan komunikasi non verbal yang pasif – beberapa di antarnya adalah simbolisme warna dan nomor. Di Amerika Utara, AS dan Canada, warna merah menunjukkan peringatan, daya tarik seks, berduka, merangsang. Sedangkan warna kuning menggambarkan kesenangan dan kegembiraan. Warna biru berarti adil, warna bisnis sehingga dipakai di perkantoran. Warna hitam menunjukkan kematian, kesengsaraan, dosa, kegagalan dalam bisnis dan seksi. Sebaliknya warna merah di Brazil adalah yang menunjukkan jarak penglihatan, hitam melambangkan kecanggihan, kewenangan, agama dan formalitas.





[1]  Firdaus Elhadi, Suhaimi, Intan Kemala, Mardiah Rubani “Komunikasi Lintas Budaya” Yogyakarta:Pandiva Buku. Hlm. 9

[2]Prof. Deddy Mulyna. M.A.Ph.D. “Ilmu omunikasi Suatu Pengantar”.cet.1.Bandung:PT Remaja Rosdakarya.hlm.355
[3] Ibid.hlm.399

1 komentar:

  1. Tritanium Art | Tittanium Art | Tittanium Arts
    Discover the Tittanium Art with titanium stud earrings a titanium prices detailed titanium vs ceramic exploration of the world of tritanium nano titanium art. A tungsten titanium powerful artistry and an appreciation of the natural world.

    BalasHapus