2.1
Pengertian Komunikasi Verbal dan Non Verbal.
1.
Komunikasi
Verbal
Komunikasi
verbal adalah bentuk komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan
dengan cara tertulis atau lisan karena kenyataannya ide-ide, pemikiran atau
keputusan, lebih mudah disampaikan secara verbal ketimbang non-verbal dengan
harapan, komunikan (baik pendengar
maupun pembaca) bisa lebih mudah memahami pesan-pesan yang disampaikan.[1]
Komunikasi
verbal ternyata tidak semudah yang kita bayangkan, simbol atau pesan verbal
adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua
rangsangan wicara yang kita sadari termasuk kedalam kategori pesan verbal yang
disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan
dengan orang lain secara lisan.
Suatu
sistem kode verbal disebut bahasa. Bahasa dapat didefenisikan sebagai
seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut
yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Bahasa verbal adalah sarana utama
untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan
kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek individual kita.
2.
Komunikasi
Non Verbal
Komunikasi non
verbal adalah semua aspek komunikasi selain kata-kata. Ini meliputi tidak hanya
gerakan dan bahasa tubuh, tetapi juga bagaimana kita mengucapkan kata-kata,
infleksi, jeda, nada, volume, dan aksen. Tanda-tanda non verbal terlihat dari
tampilan wajah dan gerakan tangan.
Dengan demikian
dalam komunikasi, lambang non verbal digunakan untuk
mempertegas lamabng verbal. Komunikasi verbal sebagai pengoperan atau
penyampaian pesan tidak menggunakakn lambang komunikasi bahasa lisan atau
tulisan.[2]
Banyak
Komunikasi Verbal yang tidak efektif hanya karena komunikatornya tidak
menggunakan komunikasi non verbal dengan baik dengan waktu bersamaan. Melalui
komunikasi non-verbal, orang bisa mengambil suatu kesimpulan mengenai tentang
berbagai macam perasaan orang, baik rasa senang, benci, cinta, kangen dengan
berbagai macam perasaan lainnya.
Bentuk
komunikasi non verbal sendiri diantaranya adalah bahasa isyarat, ekspresi
wajah, sandi, simbol-simbol, pakaian seragam, warna, dan intonasi suara.
Secara sederhana pesan non verbal adalah
semua isyarat yang bukan kata-kata. Sebagaimana
kata-kata, kebanyakan isyarat non verbal juga tidak universal, melainkan terikat
budaya, jadi dipelajari bukan bawaan.
2.2 Perbedaan
Komunikasi Verbal dan Komunikasi Non Verbal
Perbedaan
pertama, prilaku
komunikasi verbal saluran tunggal, cenderung untuk
mengambil satu tempat dalam satu saluran, sedangkan perilaku nonverbal
bersifat multisaluran, sering terjadi secara bersamaan
di dua atau lebih saluran.
Kata-kata
datang dari sumber, misalnya yang diucapkan orang yang
kita baca dalam media cetak, tetapi isyarat nonverbal dapat dilihat, didengar,
dirasakan, dibaui, atau dicicipi, dan beberapa isyarat boleh jadi berlangsung
secara simultan. Bila kita mendengar suatu kata dalam bahasa asing yang tidak
diketahui, kita dapat memeriksanya dalam kamus atau buku tentang frase dan
memperkirakan apa yang dimaksud pembicara. Kita dapat pula meminta pembicara
mengulangi dan menjelaskan kata yang diucapkannya. Namun kita sulit mengecek
apa makna perilaku nonverbal pembicara, meskipun kita bisa mengajukan
pertanyaan ganjil, ”Anda baru saja tersenyum dan mengerakkan kepala anda
seperti ini; Apa maksud Anda?”
Kedua,
pesan verbal terpisah-pisah, sedangkan pesan nonverbal sinambung. Artinya,
orang dapat mengawali dan mengakhiri pesan verbal kapanpun ia menghendakinya,
sedangkan pesan nonverbalnya tetap “mengalir,” sepanjang ada orang yang hadir
didekatnya. Ini mengingatkan kita pada salah satu prinsip komunikasi bahwa kita
tidak dapat tidak berkomunikasi, setiap perilaku
punya potensi untuk ditafsirkan.
Jadi
meskipun Anda dapat menutup saluran linguistik Anda untuk berkomunikasi dengan
menolak berbicara atau menulis, Anda tidak mungkin menolak berperilaku
nonverbal. Seorang penulis mempelajari fakta ini dari produser film Sam Goldwyn
ketika ia menyajikan proposalnya untuk sebuah film baru. “Mr. Goldwyn,” penulis
itu memohon, “Saya akan menceritakan sebuah kisah yang sensasional. Saya hanya
meminta pendapat Anda, dan Anda tertidur.” Goldwyn menjawab, “Bukankah tertidur
juga suatu pendapat?” dalam konteks ini, Erving Goffman menyarankan bahwa
terdapat expression given dan expression given off yang pertama merupakan
komunikasi verbal untuk menyatakan informasi, yang kedua merupakan komunikasi
nonverbal terlepas dari apakah hal itu disengaja atau tidak.
Meskipun
seorang individu dapat berhenti berbicara, ia tidak dapat berhenti
berkomunikasi melalui idiom tubuh, ia harus mengatakan suatu hal yang benar
atau salah. Ia tidak dapat mengatakan sesuatu. Secara paradoks, cara ia
memberikan informasi tersedikit tentang dirinya sendiri meskipun hal ini masih
bisa dihargai adalah menyesuaikan diri dan bertindak sebagaimana orang sejenis
itu diharapkan bertindak.
Ketiga, komunikasi
nonverbal mengandung lebih banyak muatan emosional daripada komunikasi verbal.
Sementara kata-kata umumnya digunakan untuk menyampaikan fakta, pengetahuan,
atau keadaan, pesan nonverbal lebih potensial untuk menyatakan perasaan
seseorang, yang terdalam sekalipun, seperti rasa sayang atau rasa sedih. Ketika
lamaran anda untuk bekerja, untuk mendapatkan beasiswa atau
memperistriseseorang ditolak, anda mungkin berkata, “tak apa-apa,” tetapi
ekspresi wajah pandangan mata anda boleh jadi menunjukkan kekecewaan yang
mendalam.
Jika
terdapat pertentangan antara pesan verbal dan
pesan nonverbal, kita biasanya lebih mempercayai pesan nonverbal, yang
menunjukkan pesan sebenarnya, karena pesan nonverbal lebih sulit dikendalikan
dari pada pesan verbal. Kita dapat mengendalikan sedikit perilaku nonverbal.
Namun, kebanyakan perilaku nonverbal diluar kesadaran kita. Kita dapat
memutuskan dengan siapa dan kapan berbicara serta topik-topik apa yang akan
kita bicarakan, tetapi kita sulit mengendalikan ekspresi wajah senang, malu,
cuek, ngambek, anggukan atau gelengan kepala, kaki yang mengetuk-ngetuk lantai
dan sebagainya.[3]
Keempat, kesadaran dan perhatian,
maksudnya selama beberapa dekade terakhir komunikasi nonverbal telah muncul
sebagai suatu bidang studi ilmiah yang ekstensif, juga sebagai topik artikel
popular dan buku. Tapi komunikasi verbal tetap menerima lebih banyak perhatian.
Penekanan ini sangat terlihat ketika menangani
pelatihan dua bidang ini disekolah. Kemampuan mengomunikasikan informasi
melalui pesan non verbal dinilai sangatpenting sehingga dianggap salah satu
keterampilan dasar, sehingga upaya yang sungguh-sungguh dilakukan untuk memastikan
bahwa kita telah diajari aturan pengucapan, penyusunn kalimat, penguasaan kata
dan maknanya, dan penggunaan bahasa pragmatika, bahkan dijadikan sebagai bagian
dari pendidikan formal kita. Teori dan praktik dalam pengguanaan bahasa
tertulis dan lisan disediakan di hamper semua tingkat pendidikan.
Sebagai perbandingan, keterampilan non verbal mendapat
sedikit perhatian di kebanyakan sekolah. Musik, seni, dan pendidikan jasmani
secara umum dimasukkan sebagai bagain dari kurikulum. Namun, tidak ada
pelatihan yang memadai untuk komposisi, sastra, dan berbicara di depan umum,
yang disediakan sekolah untuk kompetensi non verbal yang sangat penting bagi
komunikasi manusia.
Dirumah, perhatian diberikan kepada kepada pakaian,
kebiasaan pribadi, dan bentuk pesan non verbal lainya yang akan membuat
seseorang dicap tidak popular, berbahaya, atau bahkan tidak menarik. Bagaimanapun,
mempelajari sebagian besar pelajaran non verbal dirumah haruslah dilakukan
untuk menghindari atribusi-atribusi negatif tersebut.
Kelima, aturan terbuka dan tertutup, salah satu penjelasan mengapa secara
relatif penekanan yang lebih besar diletakkan kepada komunikasi verbal adalah
bahwa di semua budaya terdapat aturan yang terbuka dan stuktur bahasa serta
penggunaan bahasa. Sebagai hasilnya, informasi aturan komunikasi verbal
tersebut tersedia dalam berbagai sumber. Tidak demikian untuk komunikasi non
verbal. Tidak ada kamus atau petunjuk gaya dalam komunikasi verbal. Selain
daripada buku tentang tiket, pakaian dan bahasa tubuh, disana tidak pernah ada
panduan tertentu untuk pengguanaan bahasa nonverbal.
Kita belajar aturan tertutup dalam komunikasi
nonverbal, dilakukan secara tidak lansung melalui observasi, dan tidak kentara,
kadang-kadang tidak begitu tampak melalui pola-pola hukuman dan ganjaran.
Dengan cara demikian, kita bisa tahu aturan untuk ucapan dan mengekspresikan
kasih sayang kepada orang lain secara nonverbal, kapan harus berjabat tangan
untuk berapa lama, seberapa keras meremas tangan orang lain, tapi aturan ini
bersifat tertutup dan bukan sebagai kesepakatan universal. Hanya sedikit dari
kita yang sadar akan peran pesan nonverbal mengatur prilaku kita atau mampu
mengartikulasikan aturan-aturan yang terlibat.
Keenam, pengendalian, sementara kita mencurahkan perhatian untuk mengelola
komunikasi nonverbal dalam beberapa situasi, kita sering lebih berhasil dalam
mngendalikan pesan verbal. Sebagai contoh, ketika tujuannya adalah untuk
menyampaikan kompetensi kita atau untuk memahami situasi, kebanyakan dari kita
lebih mampu mengendalikan kesan yang kita buat secara verbal daripada
nonverbal. Melalui perencanaan dan pelatihan, kita mungkin akan mempunyai
kemampuan prediksi guna melengkapi pengiriman pesan secara verbal.
Namun meskipun kita sudah berupaya sebaik mungkin
mengelola prilaku nonverbal kita, selalu mungkin untuk tetap yang gugup atau
hal yang memalukan melalui prilaku non verbal yang kontraditiktif dengan pesan
verbal kita, misanya suara gemetar, dan keringat yang mengucur seperti minyak
sayur. Prilaku non verbal yang kontradiktif dengan isi pesan verbal ini disebut
denagn istilah non-verbal-leakage atau kebocoran nonverbal.
Ketujuh, status umum versus status pribadi maksudnya pola penggunaan bahasa telah
lama dianggap sebagai topik yang sesuai untuk diskusi publik dan pengawasan
guru, orang tua, atau teman-teman biasanya cukup mau bertanya kepada kita ketika
mereka tidak mengerti komentar atau perkataan kita, atau ketika mereka tidak
setuju. Bagaimanapun, persoalan yang berhubungan dengan penampilan kita,
gerak-gerik, tingkah laku dan posisi tubuh umumnya dianggap urusan perseorangan,
pribadi dan topik yang tabu, karenanya topik tersebut menajadi jauh lebih kecil
kemungkinannya untuk didiskusikan terbuka, dianalisis, atau dikritik.
Baru-baru ini aturan untuk membahas prilaku nonverbal yang telah dapat
berubah, terutama untuk para tokoh masyarakat. Banyak perhatian yang diberikan
ke berbagai bagian tubuh atau pakaian para bintang film. Segala sesuatunya dibuat
lebih dari wajah hingga pinggul sampai rumah.
Kedelapan, perbedaan utama lainnya dan telah menjadi topik ilmiah adalah wilayah
otak dimana kegiatan nonverbal berpusat. Seperti yang kita catat, belahan otak
kiri diperkirakan memainkan peran utama dalam proses bahas. Kegiatan lain yang memerlukan
pemprosesan informasi secara berurutan seperti matematika, tampaknya juga
sangat bergantung pada otak kiri. Belahan kanan adalah bagi signifikan khusus
dalam mengenali gambar wajah dan tubuh, seni, musik dan usaha-usaha lainnya
dimana terlibat integrasi, kretivitas, atau imajinasi.
studi menunjukkan bahwa beberapa individu dengan kerusakan pada belahan
kanan mengalami kesulitan dengan hubungan lokasi dan spasial, kesulitan
mengenali wajah yang dikenalnya, atau mengingat adegan atau benda. Penelitian
lain, dengan pendapat yang menyakinkan dalam mendukung spesialis belahan kanan,
telah menunjukkan bahwa bahkan ketika terjadi kerusakan pada pusat-pusat bahasa
dibelahan kiri sehingga menyebabkan pasien kesulitan berbicara, kemampuannya untuk
bernyanyi sering tidak mengalami gangguan. Orang dengan kegagapannya yang parah
juga sering bisa bernyanyi tanpa kesulitan.[4]
Ada
dugaan bahwa bahasa Nonverbal sebangun dengan bahasa Verbalnya. Artinya, pada
dasarnya suatu kelompok yang punya bahasa verbal khas juga dilengkapi dengan
bahasa nonverbal khas yang sejajar dengan bahasa Verbal tersebut. Meskipun
secara teoretis komunikasi nonverbal dapat dipisahkan dari komunikasi verbal,
dalam kenyataannya kedua jenis konumikasi itu jalin menjalin dalam komunikasi
tatap muka sehari-hari.
Istilah
nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi diluar kata-kata terucap dan tertulis. Pada
saat yang sama kita harus menyadari bahwa banyak peristiwa dan perilaku
nonverbal ini ditafsirkan melalui simbol-simbol verbal. Dalam pengertian ini,
peristiwa dan perilaku nonverbal itu tidak sungguh-sungguh bersifat nonverbal.[5]
0 komentar:
Posting Komentar