2.1. Pengertian
Komunikasi Verbal
Bentuk
komunikasi yang sering di sampaikan komunikator kepada komunikan dengan cara
tertulis (written) atau lisan (oral) .komunikasi verbal menempati porsi besar
kenyataannya, ide-ide pemikiran atau keputusan, lebih mudah disampaikan secara
verbal.
2.2. Pengertian Komunikasi Non Verbal
Suatu
proses yang dilakukan yang bertujuan untuk mengkomunikasikan sesuatu yang
disadari maupun tidak disadari dengan cara selain lisan atau tulisan.
2.3. Pengertian Budaya
Kata budaya merupakan bentuk majemuk kata budi-daya yang berarti
cipta, karsa, dan rasa. Sebenarnya kata budaya hanya dipakai sebagai singkatan
kata kebudayaan, yang berasal dari Bahasa Sangsekerta budhaya yaitu
bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Budaya atau kebudayaan
dalam Bahasa Belanda di istilahkan dengan bahasa culturur. Dalam bahasa ingris culture.
Sedangkan dalam bahasa latin dari kata colera. Colera berarti
mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah (bertani). [1]
2.4. Peranan Budaya dalam Komunikasi Verbal
Setiap kebudayaan
menjadikan bahasa sebagai media untuk menyatakan prinsip-prinsip ajaran, nilai
dan norma budaya kepada para pendukungnya. Kemungkinan adanya hubungan antara
bahasa dan budaya telah dirumuskan ke dalam suatu hipotesis oleh dua ahli
linguistic Amerika, Edward Sapir dan Benjamin L. Whorf yang kemudian dikenal
dengan Hipotesis Sapir-Whorf yang sering disebut juga Tesis Whorfia.
Selain itu bahasa dalam
proses komunikasi antar budayanya juga memiliki fungsi – fungsi sebagai
berikut:
a) Bahasa digunakan untuk
menjelaskan dan membedakan sesuatu. Kata “Dhalem”
yang diucapkan oleh sungkono berbeda dengan kata “apa”. Tapi orang Indonesia
pada umumnya tahu bahwa kata “dhalem” itu merujuk pada bahasa jawa.
b) Bahasa berfungsi
sebagai sarana interaksi sosial. Kita dalam
berinteraksi harus tahu bahwa siapa lawan interaksi kita (komunikan), dari
tingkatan mana yang artinya kita harus dapat tepat memilih menggunakan low
contac atau high contac. Seperti ketika anda sedang bertugas memberikan
penyuluhan tentang KB di daerah terpencil dengan menggunakan bahasa Indonesia
yang baik dan benar serta ditambahkan dengan bahasa – bahsa kedokteran. Apa
yang akan terjadi? Pesan yang anda ingin sampaikan tidak akan tersampaikan
karena bahasa yang digunakan terlalu canggih.
c) Bahasa
berfungsi sebagai sarana pelepas tekanan dan emosi. Bila kita sedang
merasakan kegembiraan, kesedihan, atau pun marah maka kata – kata yang diucapkan
akan mengandung makna perasaan tersebut. Kata : aduh, hore, dan sebagainya
adalah pelampiasan dari perasaan yang sedang kita alami.
d) Bahasa sebagai sarana
manipulatif. Bahasa digunakan untuk mengubah tingkah laku seseorang yang
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya tindakan yang salah
1.
Peranan Komunikasi Verbal
Dalam proses non verbal yang relevan dengan komunikasi antar budya
terdapat tiga aspek yaitu; perilaku non verbal yang berfungsi sebagai bahasa
diam, konsep waktu dan penggunaan dan pengaturan ruang. Sebenarnya sangat
banyak aktivitas yang merupakan perilaku non verbal ini, akan tetapi yang
berhubungan dengan komunikasi antar budaya ini biasanya adalah sentuhan.
Sentuhan sebagai bentuk komunikasi dapat menunjukkan bagaimana komunikasi non
verbal merupakan suatu produk budaya.
2. Peranan
komunikasi non verbal
Penggunaan isyarat tangan dan maknanya jelas berlainan dari budaya ke
budaya. Meskipun dibeberapa negara, telunjuk untuk menunjukkan sesuatu, hal itu
tidak sopan di indonesia, seperti juga dibanyak negara timur tengah dan timu
jauh. Tentu saja selalu ada kekcualian. Orang batak seperti orang amerika biasa
menunjuk dengan telunjuk tanpa bermaksud kasar pada orang yang di hadapinya.
Begitu juga dengan orang betawi yang tidak jarang menunjuk dengan memonyongkan
mulut, sambil berucap “kesono no!”. Serta beberapa suku afrika
menunjukkan dengan mencibirkan bibir bawah menganggap cara menunjuk orang
amerika itu adalah kasar.[2]
Suatu contoh lain adalah kontak mata. Di Amerika Serikat orang dianjurkan untuk
mengadakan kontak mata ketika berkomunikasi. Di Jepang kontak mata seringkali
tidak penting. Dan beberapa suku Indian Amerika mengajari anak-anak mereka
bahwa kontak mata dengan orang yang lebih tua merupakan tanda kekurang sopanan.
Seorang guru sekolah kulit putih di suatu pemukiman suku Indian tidak menyadari
hal ini dan ia mengira bahwa murid-muridnya tidak berminat bersekolah karena
murid-muridnya tersebut tidak pernah melihat kepadanya.
Sebagai suatau komponen budaya, ekspresi non verbal mempunyai banyak
persamaan dengan bahasa. Keduanya merupakan sistem penyandian yang dipelajari
dan diwariskan sebagai bagian pengalaman budaya. Lambang-lambang non verbal dan
respon-respon yang ditimbulkan lambang-lambang tersebut merupakan bagian dari
pengalaman budaya – apa yang diwariskan dari suatu generasi ke generasi
lainnya.
Dari penjelasan diatas tentang prilaku komunikasi nonverbal diatas dapat
disimpulkan beberapa hal penting yang menjadi yang menjadi ciri dari pesan yang
bersifat nonverbal.
Ciri – ciri tersebut penting untuk diketahui dan dipahami terutama dalam
kaitanya dengan komunikasi antar budaya. Beberapa hal tersebut adalah:
a.
Suatu pesan nonverbal yang sama akan mempunyai makna berbeda diperlihatkan
pada situasi dan kondisi yang berbeda pula. Misalnya mencubit bisa berarti
ungkapan rasa sayang dan berarti pula bisa sebagai ungkapan kesal dalam situasi
dan kondisi yang berbeda.
b.
Suatu pesan nonverbal yang sama dapat mempunyai pengertian yang berbeda
pada suatu masyarakat atau bangsa yang satu dengan masyarakat dari bangsa yang
lainnya. Contohnya, pada bangsa Indonesia menggelengkan kepala berarti
menandakan “tidak”, sedangkan untuk bangsa India menggelengkan kepala berarti
menandakan setuju “iya”.
c.
Pemahaman terhadap pesan nonverbal juga tergantung pada pesan verbal yang
menyertainya. Jadi adakalanya suatu prilaku yang sama akan berbeda artinya jika
pesan verbal yang dikatakanya berbeda. Misalnya, ketikan seseorang menggarukkan
kepalanya disertai dengan kata “aduh gatal sekali kepala ini” berarti itu
menandakan bahwa ia memang benar sedang merasakan kepalanya gatal. Akan tetapi
jika disertai dengan “aduh apa ya, hmmm bingung” itu kan diartikan seperti ia
sedang bingung.
d.
Dalam kegiatan komunikasi, pemahaman terhadap pesan nonverbal harus dilihat
sebgai kesatuan dengan pemahaman terhadap pesan verbal yang disampaikan.
Misalnya, jika seseorang mengungkapkan rasa bahagia, kita harus melihat apakah
prilaku nonverbal yang diperlihatkanya mendukung pesan – pesan verbalnya atau
tidak. Seperti, ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan lain – lainya.
e.
Pesan nonverbal dapat bermakna ganda biasanya bersifat bertentangan. Hal
ini terjadi dalam pesan komunikasi ditemui adanya ketidak sesuaian antara pesan
verbal dan pesan nonverbal. Misalnya, seseorang mengatkan bahwa dirinya sedang
bahagia tetapi rasa bahagia itu tidak diekspresikan dengan prilaku nonverbal
untuk mendukung apa yang dikatakan, seperti ekspresi wajah yang sendu atau gerakan
tubuh yang lunglai. Ketika kita berada dalam posisi tersebut dan biasanya dalam
kegiatan komunikasi, kita lebih percaya pada prilaku nonverbal yang
diperlihatkan oleh lawan bicara kita.
f.
Pesan nonverbal diekspresikan secara bersama – sama oleh seluruh tubuh
manusia untuk mengkomunikasikan pesan – pesan tertentu. Misalnya, rasa bahagia
tidak hanya diungkapkan oleh ekspresi wajah saja tetapi juga dengan sorotan
mata, gerakan tangan, dan sikap tubuh, jadi pemahaman prilaku nonverbal harus
dilihat secara menyeluruh.
g.
Pemberian makna terhadap suatu pesan nonverbal didasarkan pada nilai atau
norma yang berlaku pada suatu kelompok masyarakat tertentu. Misalnya di
Indonesia memegang kepala anak berarti sebagai tanda menyayanginya, sebaliknya
di Muangthai itu dianggap sebagai pelanggaran sosial.
Selain kontak mata
bau-bauan juga sebagai peranan budaya komunikasi Non-verbal. Bau-bauan terutama
yang menyenangkan (wewangian, seperti deodoran, eau de toilette, eau de
cologne, parfum) telah berabad-abad digunakan orang, juga untuk menyampaikan
pesan. Namun, bau-bauan ini berdampak negatif seperti contohnya “Seorang polisi
anggota kepolisian sektor kota (Polsekta) Bogor utara, rubuh ditembak istrinya
yang menggunakan pistol dinas polisi tersebut di Tuban Kedunghalang, Bogor,
yang menyebabkannya luka parah. Ny. S malam itu mencurigai minyak wangi “lain”
yang melekat pada baju suaminya. Sebagai seorang istri, Ny. S kenal betul bahwa
itu bukan minyak wangi yang biasa dipakai sehari-hari olehnya maupun suaminya.[3]
2.5. Pengaruh Budaya terhadap Komunikasi Verbal dan Komunikasi Non-Verbal
A. Pengaruh Budaya terhadap Komunikasi Verbal
Larry A. Samovar dan Richard E. Potter mengemukakan
enam unsur budaya secara langsung mempengaruhi persepsi kita ketika
berkomunikasi dengan orang dari budaya lain, yakni :
1) Kepercayaan (beliefs),
nilai (value), dan sikap (attitudes)
Kepercayaan adalah
anggapan subyektif bahwa suatu obyek atau peristiwa punya ciri atau nilai
tertentu, dengan tanpa bukti. Misalnya Tuhan YME, adam adalah manusia pertama
di bumi, AIDS adalah penyakit berbahaya dll. Nilai adalah komponen evaluatif
dari kepercayaan kita, mencakup : kegunaan, kebaikan, estetika, dan kepuasan.
Jadi nilai bersifat normatif, memberitahu suatu anggota buaday mengenai apa
yang baik dan buruk, benar dan salah, siapa yang harus dibela, apa yang garus
diperjuangkan dan lain sebagainya.
2) Pandangan dunia
(worldview)
Pandangan dunia adalah orientasi budaya terhadap Tuhan, kehidupan,
kematian, alam semesta, kebenaran, materi (kekayaan), dan isu-isu filosofi
lainnya yang berkaitan dengan kehidupan
3) Organisasi sosial
(social organization)
Kelompok tersebut, apakah sebagai pemimpin atau anggota biasa, norma-norma
kelompok yang kita anut, dan reputasi kelompok tersebut, mempengaruhi persepsi
kita terhadap kelompok lain dan komunikasi kita dengan mereka.Sebagai anggota
kelopmpok, peran kita dalam
4) Tabiat manusia (human
nature)
Pandangan kita tentang siapa kita, bagaimana sifat atau watak kita, juga
mempengaruhi cara kita mempersepsikan lingkungan fisik dan sosial kita. Kaum
Muslim misalnya, berpandangan bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia
dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya sperti jin, malaikat, hewan dan
tumbuhan, karena mereka diberkahi akal. Namun kemulian itu hanya dapat
diperoleh bila seseorang beramal soleh
(mempergunakan akalnya dengan cara yang benar).
5) Orientasi kegiatan
(activity orientation)
Orientasi ini paling baik dianggap sebagai suatu rentang: dari being (siapa
seseorang), doing (apa yang dilakukan seseorang), dalam suatu budaya mungkin
terdapat dua kecenderungan ini, namun salah satu biasanya lebih dominan. Dalam
buadya-budaya tertentu, di Timur khususnya, siapa seseorang itu (raja, anak
presiden, pejabat, keturunan ningrat) lebih penting daripada apa yang
dilakukannya. Sedangkan di Barat, justru apa yang sedang atau telah dilakukan
seseorang (prestasinya) jauh lebih penting daripada siapa dia.
6) Persepsi tentang diri
dan orang lain (perception of self and others)
Masyarakat Timur pada umunya adalah masyarakat kolektivis. Dalam budaya kolektivis, diri (self) tidak bersifat
unik atau otonom, melainkan lebur dalam kelompok (keluarga, kelompok kerja,
suku, bangsa dan sebagainya). Sementara diri dalam budaya individualis (Barat)
bersifat otonom. Akan tetapi suatu buadaya sebenarnya dapat saja memiliki
kecenderungan individualis dan kolektivis, hanya saja seperti orientasi
kegiatan,salah satu biasanya lebih menonjol.
B. Komunikasi Non-Verbal
Sebagai suatau komponen
budaya, ekspresi non verbal mempunyai banyak persamaan dengan bahasa. Keduanya
merupakan sistem penyandian yang dipelajari dan diwariskan sebagai bagian
pengalaman budaya. Lambang-lambang non verbal dan respon-respon yang ditimbulkan
lambang-lambang tersebut merupakan bagian dari pengalaman budaya – apa yang
diwariskan dari suatu generasi ke generasi lainnya. Setiap lambang memiliki
makna karena orang mempunyai pengalaman lalu tentang lambang tersebut. Budaya
mempengaruhi dan mengarahkan pengalaman-pengalaman itu, dan oleh karenanya
budaya juga mempengaruhi dan mengarahkan kita: bagaimana kita mengirim,
menerima, dan merspon lambang-lambang non verbal tersebut.
Konsep Waktu
Konsep waktu suatu budaya merupakan filsafatnya
tentang masa lalu, masa sekarang, masa depan, dan pentingnya atau kurang
pentingnya waktu. Kebanyakan budaya Barat memandang waktu sebagai langsung dan
berhubungan dengan ruang dan tempat. Kita terikat oleh waktu dan sadar akan
adanya masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang.
Penggunaan Ruang
Cara orang menggunakan
ruang sebagai bagian dalam komunikasi antar-personal disebut proksemika
(proxemics). Proksemika tidak hanya meliputi jarak antara orang-orang yang
terlibat dalam percakapan, tetapi juga orientasi fisik mereka.
Penting disadari bahwa
orang-orang dari budaya yang berbeda mempunyai cara-cara yang berbeda pula
dalam menjaga jarak ketika bergaul dengan sesamanya. Bila kita berbicara dengan
orang berbeda budaya, kita harus dapat memperkirakan pelanggaran-pelanggaran
apa yang bakal terjadi, menghindari pelanggaran-pelanggaran tersebut, dan
meneruskan interaksi kita tanpa memperlihatkan reaksi permusuhan.
Liliweri (2003)
mengatakan bahwa ketika berhubungan antarpribadi maka ada beberapa faktor dari
pesan non verbal yang mempengaruhi komunikasi antarbudaya. Ada beberapa bentuk
perilaku non verbal yakni: (1) kinesik; (2) okulesik, dan (3) haptiks; (4)
proksemik; dan (5) kronemik.
1. Kinesik, adalah
studi yang berkaitan dengan bahsa tubuh, yang terdiri dari posisi tubuh,
orientasi tubuh, tampilan wajah, gambarang tubuh, dll. Tampaknya ada perbedaan
anatara arti dan makna dari gerakan-gerakan tubuh atau anggota tubuh yang
ditampilkan tersebut.
2. Okulesik, adalah
studi tentang gerakan mata dan posisi mata. Ada perbedaan makna yang
ditampilkan alis mata diantara manusia. Setiap variasi gerakan mata atau posisi
mata menggambarkan satu makna tertentu, seperti kasih sayng, marah, dll. Orang
Amerika Utara tidak membenarkan seorang melihat wajah mereka kalau mereka sedang
berbicara. Sebaliknya, orang Kamboja yakin bahwa setiap pertemuan didahului
oleh pandangan mata pertama, namun melihat seorang adalah sesuatu yang bersifat
privacy sehingga tidak diperkenankan memandang orang lain dengan penuh nafsu.
3. Haptik, adalah studi
tentang perabaan atau memperkenankan sejauh mana seseorang memegang dan
merangkul orang lain. Banyak orang Amerika Utara merasa tidak nyaman ketika
seseorang dari kebudayaan lain memegang tangan mereka dengan ramah, menepuk
belakang dan lain-lain. Ini menunjukkan – derajat keintiman:
fungsional/profesional, sosial dan sopan santun, ramah tamah dan baik budi,
cinta dan keintiman, dan daya tarik seksual.
4. Proksemik, studi
tentang hubungan antar ruang, antar jarak, dan waktu berkomunikasi, sebagaimana
dikategorikan oleh Hall pada tahun 1973, kecenderungan manusia menunjukkan
bahwa waktu orang berkomunikasi itu harus ada jarak antarpribadi, terlalu dekat
atau terlalu jauh. Makin dekat artinya makin akrab, makin jauh arinya makin
kurang akrab.
5. Kronemik, adalah
studi tentang konsep waktu, sama seperti pesan non verbal yang lain maka konsep
tentang waktu yang menganggap kalu suatu kebudayaan taat pada waktu maka
kebudayaan itu tinggi atau peradaban maju. Ukuran tentang waktu atau ketaatan
pada waktukemudian menghailkan pengertian tentang orang malas, malas
bertnggungjawab, orang yang tidak pernah patuh pada waktu.
6. Tampilan, apperance
– cara bagaimana seorang menampilakn diri telah cukup menunjukkan atau
berkolerasi sangat tinggi dengan evaluasi tentang pribadi. Termasuk di dalamnya
tampilan biologis misalnya warna kulit, warna dan pandangan mata, tekstur dan
warna rambut, serta struktur tubuh. Ada stereotip yang berlebihan terhadap
perilaku seorang dengan tampilan biologis. Model pakaian juga mempengaruhi
evaluasi kita pada orang lain. Dalam sebagian masyarakat barat, jas dan pakaian
formal merefleksikan profesionalisme, karen itu tidak terlihat dalam semua
masyarakat.
7. Posture, adalah
tampilan tubuh waktu sedang berdiri dan duduk. Cara bagaimana orang itu duduk
dan berdiri dapat diinterpretasi bersama dalam konteks antarbudaya. Kalau orang
Jawa dan orang Timor (Dawan) merasa tidak bebas jika berdiri tegak di depan
yang orang yang lebih tua sehingga harus merunduk hormat, sebaliknya duduk
bersila berhadapan dengan orang yang lebih tua merupakan sikap yang sopan.
8. Pesan-pesan
paralinguistik antarpribadi adalah pesan komunikasi yang merupakan gabungan
anatara perilaku verbal dan non verbal. Paralinguistik terdiri dari satu unit
suara, atau gerakan yang menampilkan maksud tertentu dengan makna tertentu.
Paralinguistik juga berperan besar dalam komunikasi antarbudaya. Contoh, orang
Amerika yang berbicara terlalu keras acapkali oleh orang eropa dipandang
terlalu agresif atau tanda tidak bersahabat. Orang Inggris yang berbicara pelan
dan hati-hati dipahami sebagai sekretif bagi Amerika.
9. Simbolisme dan
komunikasi non verbal yang pasif – beberapa di antarnya adalah simbolisme warna
dan nomor. Di Amerika Utara, AS dan Canada, warna merah menunjukkan peringatan,
daya tarik seks, berduka, merangsang. Sedangkan warna kuning menggambarkan
kesenangan dan kegembiraan. Warna biru berarti adil, warna bisnis sehingga
dipakai di perkantoran. Warna hitam menunjukkan kematian, kesengsaraan, dosa,
kegagalan dalam bisnis dan seksi. Sebaliknya warna merah di Brazil adalah yang
menunjukkan jarak penglihatan, hitam melambangkan kecanggihan, kewenangan,
agama dan formalitas.
Tritanium Art | Tittanium Art | Tittanium Arts
BalasHapusDiscover the Tittanium Art with titanium stud earrings a titanium prices detailed titanium vs ceramic exploration of the world of tritanium nano titanium art. A tungsten titanium powerful artistry and an appreciation of the natural world.